Tidak ada obat yang tidak mempunyai efek samping. Namun, efek samping bersifat sangat individual, artinya reaksi suatu obat yang sama, boleh jadi memberikan efek yang berbeda pada pasien yang berbeda. Contoh efek samping yang terjadi pada pasien A, belum tentu terjadi pada pasien B.
Efek samping obat merupakan respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal.
Efek samping ada yang bersifat ringan adapula yang sifatnya berat, misal mulai dari gatal-gatal, ruam di kuit, mual, muntah, iritasi pada saluran cerna sampai sindrom steven jhonson. Karena setiap obat memiliki efek samping, maka umumnya dokter akan meresepkan obat yang dapat menetralkan efek samping tersebut. Contohnya, jika efek samping obat tersebut adalah mengiritasi saluran cerna seperti mengakibatkan tukak lambung, maka dokter akan memberikan obat penetralnya, seperti obat golongan antasida. Tapi tidak semua obat yang menimbulkan efek samping, di beri resep penetralnya juga, maka sebagai pasien, kita pun harus berhati-hati. Misal jika pada awal pemakaian obat timbul gatal-gatal, kulit memerah, wajah jadi “bengkak”, pasien harus segera menghentikan penggunaan obat tersebut dan segera mengkonsultasikannya kepada dokter.
Senin, 09 Maret 2009
EFEK SAMPING OBAT
Rabu, 25 Februari 2009
DOKTER VS DUKUN
“Jangan khawatir berobat ke dokter karena tidak selalu mahal. Kami bantu masalah anda. Dokter berpengalaman dengan obat-obatan berkualitas. Kunjungilah klinik X… …bla…bla…bla”…..kalimat itu tertera pada brosur yang ditempel di angkot….seumur-umur saya baru lihat ada promosi dokter dengan cara seperti ini….
Kasus Ponari seperti mengalahkan pamor dunia kedokteran……ya mungkin dunia perdukunan alias pengobatan alternatif, masih sangat populer untuk sebagian besar masyarakat kita, padahal terkadang, prosedur pengobatannya sendiri sangat irrasional bahkan ada yang sampai jatuh kepada kemusyrikan…..tapi memang ada alasan yang sangat mendasar sehingga mereka lebih PD untuk datang ke pengobatan alternatif dibandingkan kepada dokter…..BIAYA….
Jangankan untuk biaya dokter, untuk ongkos pergi ke dokter aja mungkin gak ada…….
Memang sekarang ada askeskin….tapi apakah askeskin itu sudah bisa meng-cover keseluruhan warga yang tidak mampu?...apakah ada ketebelece yang sangat birokratis, yang dapat menyebabkan warga pusing dan malas untuk mengurus askeskinnya…. Sehingga ke dukun lagi…ke dukun lagi….
Kalau memang benar iklan di klinik itu sesuai kenyataan promosinya…dokter berpengalaman…obat berkualitas…dan biaya murah…atau bahkan kalau pasiennya gak mampu gak usah bayar….sungguh hal yang sangat mulia…sungguh kontribusi yang luar biasa dari dokter untuk membantu pasien tak mampu…..
Edukasi pada masyarakat yang lebih percaya kepada dukun, mungkin dapat di tempuh melalui cara pemberian pengobatan murah atau gratis………tak terbayang, kalau masyarakat tak mampu memiliki penyakit berat, tapi dia hanya mendatangi dukun yang mengobatinya dengan cara yang tidak ilmiah….boleh jadi penyakitnya bakal tambah berat …..
Semoga rakyat Indonesia dapat merasakan kemudahan dalam berobat…apakah pemerintahan hasil pemilu 2009 dapat mewujudkannya?
Senin, 16 Februari 2009
RIBUT-RIBUT SOAL PUYER
Salah satu televisi swasta mengangkat berita tentang polimek puyer, maksud puyer disini adalah, obat yang diracik di apotek menjadi bentuk serbuk dan dikemas menggunakan kertas perkamen, penggunaannya ditujukan untuk anak-anak..........kenapa Puyer bisa menjadi polemik??????
Dulu, ketika saya kuliah, saya mendapatkan pelajaran tentang prinsip-prinsip pembuatan obat. Dalam dunia farmasi, suatu obat yang dibuat harus mengikuti regulasi dan guidance yang tercantum dalam Current Good Manufacturing Practices (cGMP) atau kalau dalam bahasa Indonesia disebut Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Salah satu tujuan CPOB sendiri adalah untuk menghasilkan obat yang bermutu secara konsisten.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas aspek CPOB secara detil, karena aspek dalam CPOB sangat luas. Disini saya akan membahas beberapa point yang berkaitan dengan produksi obat di industri farmasi, yang harus mengikuti regulasi dan standar yang amat ketat, dikorelasikan dengan bentuk sediaan puyer yang dibuat di apotek tanpa standar yang jelas.
Beberapa peraturan pembuatan obat diantaranya :
1.Persyaratan ruangan.
Kondisi ruangan seperti suhu, kelembaban, jumlah partikel dan jumlah mikroba di ruang produksi harus di monitor dan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam aturan CPOB. Tekanan udara antara ruang produksi dan koridor harus didesign sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Ruangan tempat pembuatan obat diistilahkan sebagai “grey area”.
Kalau dibandingkan dengan proses peracikan di apotek, obat yang diracik, di treatment di ruangan yang sangat tidak terkontrol, boleh diistilahkan dibuat di “black area”.........padahal seperti yang saya sebutkan diatas, obat yang dibuat di industri farmasi, dibuat dalam ruangan yang sangat dikondisikan persyaratannya.
2.Persyaratan personel
Personel yang terlibat dalam pembuatan obat di industri farmasi adalah personel yang telah terkualifikasi dan secara rutin mendapatkan pelatihan tentang CPOB
Personel yang memasuki area produksi harus menggunakan pakaian kerja yang lengkap, diantaranya penutup kepala (sehingga tidak boleh ada rambut yang keluar), masker, sarung tangan, pakaian kerja lengan panjang, celana panjang dan sepatu kerja yang tertutup rapat. Pakaian kerja lengkap tersebut ditujukan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme dari manusia, karena sesungguhnya manusia bisa memberikan kontribusi terhadap keberadaan mikroorganisme.
Coba bandingkan dengan cara kerja peracikan di apotek........ pengalaman saya saat masih kuliah, ketika mengikuti PKL di suatu apotek..........Di apotek obat diracik dengan tangan terbuka tanpa sarung tangan (gak tau juga apakah si peracik mencuci tangannya terlebih dahulu atau tidak), tanpa masker tanpa tutup kepala. Padahal setiap kali manusia berbicara, maka akan keluar dari mulutnya pancaran mikroba ke udara, begitupun dengan rambut yang merupakan sumber kontaminan mikroba. Kesimpulannya, peracikan dengan cara diatas sangat tidak higienis
3.Validasi pembersihan
Setiap alat yang sudah digunakan untuk produksi obat, harus dibersihkan. Proses pembersihannya sendiri harus divalidasi, sampai residu dari air cucian terakhirnya memenuhi syarat batas residu.
Kalau meracik obat di apotek, rasanya saya belum pernah mendengar adanya validasi pembersihan. Sehingga boleh jadi jika dibersihkannya tidak baik atau bahkan tidak dibersihkan, maka residu dari obat racikan sebelumnya dapat mengkontaminasi obat racikan berikutnya. Jika ada pasien yang alergi terhadap obat tertentu, boleh jadi pasien akan terkena reaksi alergi
4.Uji stabilitas
Sebelum suatu obat dibuat dalam skala produksi, bagian RND akan melakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian secara literatur dilakukan untuk memperoleh data sifat-sifat fisik, kimia dan stabilitas dari suatu zat. Jika zat aktif tidak stabil terhadap pengaruh suhu, udara, kelembaban, cahaya.......... maka bagian RND akan memformulasi obat tersebut agar bisa tahan terhadap pengaruh lingkungan, misalnya dengan melakukan proses penyalutan terhadap obat, dan merancang bentuk kemasan yang paling baik, apakah akan menggunakan strip, blister atau botol. Semua tergantung dari hasil penelitian RND
Pada proses peracikan, saya pernah melihat adanya obat-obat yang disalut justru digerus, sehingga bahan penyalutnya menjadi hancur. Kalau fungsi penyalutan hanya untuk estetika saja agar obat terlihat bagus dan mengkilat, maka proses penggerusan boleh jadi tidak akan bermasah. Lain soal, jika penyalutan berfungsi untuk menjaga stabilitas dari zat aktif....... jika zat aktif terpapar oksigen di udara maka obat akan rusak karena zat aktifnya teroksidasi.......... jika zat aktif kena lembab, maka bisa terjadi hidrolisis sehingga menurunkan potensi dari zat aktif itu sendiri....... jika kena cahaya matahari, obat akan berubah warna.
5.Penandaan di kemasan obat
Badan POM telah mengeluarkan peraturan, setiap kemasan obat harus mencantumkan informasi penandaan sampai pada kemasan terkecil (artinya kemasan yang kontak langsung dengan produk). Yang dimaksud informasi penandaan adalah informasi nama zat aktif yang dikandung didalamnya, informasi tanggal produksi, tanggal daluarsa, no.batch dan HET (Harga Eceran Tertinggi). Informasi tersebut sangat bermanfa’at bagi konsumen, karena konsumen berhak mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya terhadap obat yang akan dikonsumsi....coba anda bandingkan dengan obat puyer, tak ada secuil informasi pun dikemasan kertasnya. Kadang-kadang pasien tidak tahu isinya apa.......
6.Rasionalitas resep
Terkadang obat yang diracik merupakan 3 atau lebih campuran zat aktif, padahal makin banyak campuran zat aktif maka resiko terjadinya interaksi antara zat aktif bisa lebih tinggi. Boleh jadi timbul interaksi yang merugikan antar zat aktif tersebut, yang dapat mereduksi atau menghilangkan khasiat obat itu sendiri.
Setiap obat memiliki efek samping, maka jika yang diracik terdiri dari 7 zat aktif, maka akan ada potensi efek samping dari ke-7 zat aktif tersebut.
Maka untuk melindungi pasien, perlu peraturan yang tegas dari pemerintah mengenai hal ini......
Minggu, 01 Februari 2009
RACUN DALAM KENTANG
Kentang adalah jenis umbi-umbian yang banyak digemari, tapi hati-hati loh, karena kentang juga mengandung racun alami. Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan glikoalkaloid. Ada dua macam racun utama pada kentang, yaitu solanin dan chaconine.
Kentang yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat mengandung kadar glikoalkaloid yang tinggi. Racun tersebut terutama terdapat pada daerah yang berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar di mulut, sakit perut, mual, dan muntah.
Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya kentang dikupas kulitnya dan dimasak sebelum dikonsumsi.
Penyimpanan kentang harus diperhatikan, sebaiknya kentang disimpan di tempat yang sejuk, gelap, kering, dan dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar lampu, karena jika kentang terpapar sinar (baik sinar matahari atau lampu) dalam waktu yang lama, maka jumlah sonalin yang dibentuk pada kulit kentang akan meningkat sehingga resiko keracunan pun akan meningkat.
Referensi: www.pom.go.id
Selasa, 20 Januari 2009
HATI-HATI DENGAN SELF MEDICATION
Mungkin anda pernah melakukan pengobatan sendiri atau lebih dikenal sebagai self medication? Rasanya hampir semua orang pernah melakukan hal itu……ada berbagai alasan kenapa orang melakukan tindakan self medication, diantaranya malas untuk berobat ke dokter karena alasan kesibukan, menganggap penyakit yang dirasakan hanya penyakit ringan, atau mungkin karena tidak punya biaya untuk pergi ke dokter
Untuk penyakit ringan yang memang baru kita rasakan, boleh-boleh saja melakukan self medication, hanya untuk sekedar menghilangkan gejala, misalnya suhu badan kita diatas normal, merasa gak enak badan, pusing, sakit kepala, maka kita putuskan untuk menggunakan obat yang bersifat analgetik (penghilang nyeri) atau antipiretik (penurun demam). Apalagi obat bebas atau obat bebas terbatas yang secara peraturan dapat diperoleh tanpa resep dokter, sangat mudah kita dapatkan di apotek.
Tetapi anda tetap harus waspada, jangan sampai sedikit-sedikit anda menganggap ringan penyakit. Karena boleh jadi, penyakit yang anda anggap ringan tapi terjadinya berulang-ulang merupakan indikasi dari suatu penyakit berat.
Yang harus anda tahu bahwa sebenarnya obat adalah racun jika dikonsumsi pada kondisi yang tidak tepat. Setiap obat memiliki efek samping, sehingga berhati-hatilah ketika anda menggunakan obat yang anda beli sendiri. Lihatlah secara seksama petunjuk penggunaan, indikasi, kontra indikasi, efek samping atau interaksi obat yang biasanya tercantum dalam label kemasan obat .
Jika anda menggunakan obat bebas secara terus menerus setiap anda merasakan gejala sakit, maka efek samping tersebut boleh jadi muncul dalam waktu tertentu. Terjadi akumulasi senyawa yang nantinya dapat membahayakan.
Obat-obat analgetik (penghilang rasa sakit) seperti asetosal, asam mefenamat, kalium diklofenak, piroxicam memberikan efek samping berupa iritasi pada lambung. Sehingga anda harus berhati-hati, karena anda bisa mengalami penyakit gangguan lambung, gara-gara sering mengkonsumsi obat-obat tersebut, apalagi jika anda pasien penderita gangguan lambung, efek samping obat ini akan memperparah penyakit lambung anda.
Rabu, 07 Januari 2009
BOLEHKAH MENGGUNAKAN OBAT TRADISIONAL BERSAMAAN DENGAN OBAT KIMIA?
Pertanyaan seperti ini boleh jadi pernah terbesit dalam fikiran anda. Kenapa? Karena mungkin anda menganggap bahwa obat tradisional itu aman, bahkan ada yang beranggapan bahwa obat tradisional tidak memberi efek samping, padahal obat tradisional pun mengandung senyawa aktif yang dapat memberikan efek farmakologi.
Dari beberapa penelitian menunjukkan, beberapa bahan herbal memberikan interaksi yang merugikan antara obat tradisional dengan obat kimia. Berikut ini beberapa contoh bahan herbal yang dapat menimbulkan interaksi jika dikombinasi dengan obat kimia:
1.Ginkgo biloba
Interaksi antara ginkgo biloba (yang berfungsi untuk menghambat faktor pengaktifan platelet) dengan obat yang memiliki efek sebagai antikoagulan atau antiplatelet, seperti aspirin dapat memperhebat terjadinya pendarahan.
2.Echinaceae
Echinacea biasanya diindikasikan untuk meningkatkan imunitas. Penggunaan echinaceae bersama dengan ketoconzaole (anti jamur), isoniazid (untuk mengobati penyakit TBC) dapat menyebabkan liver toxicity
3.Caffeine
Penggunaan obat kimia yang mengandung caffeine dengan obat tradisional yang mengandung ginseng dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, serta menyebabkan insomnia
4.Ginseng
Berdasarkan penelitian, penggunaan ginseng bersama Coumadin dapat menyebabkan pendarahan.
Ginseng yang digunakan bersamaan dengan warfarin dapat menurunkan efek antikoagulan dari warfarin akibatnya proses pendarahan dapat tetap terjadi.
5.Allium sativum (bawang putih)
Penggunaan Allium sativum bersama dengan warfarin juga dapat menyebakan proses pendarahan tetap terjadi.
Jika obat tradisional tidak berinteraksi merugikan dengan obat kimia, maka boleh saja kita menggunakan obat tradisional sebagai pendukung pengobatan, tapi harus hati-hati dan dihindari jika ternyata obat tradisional itu memberikan efek merugikan.
Tapi obat yang interaksinya merugikan bisa saja digunakan, asal diatur waktu penggunaannya, misalnya digunakan secara terpisah dengan selang waktu kurang lebih 2 jam. Tetapi jika anda akan melakukan hal ini, maka harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan ahli kesehatan, jangan sembarangan mengkonsumsi tanpa dilandasi pengetahuan.
Sebagai konsumen, kitapun harus rajin membaca brosur secara teliti. Beberapa informasi interaksi obat bahan alam dan obat kimiawi yang dapat dijadikan acuan, dapat dilihat pada Buku Informatorium Suplemen Makanan Indonesia, yang telah selesai disusun oleh Badan POM
Referensi
1.www.pom.go.id
2.WHO Drug Information, 18 (2), 2004, hlm 120-121
3.Yuan, Chun-Su, Wei G, et.al. Brief Communication: American Ginseng Reduces
Warfarin’s Effect in Healthy Patients, Annals of Internal Medicine 2004 July 6, 141 (1), 23-27. Fugh-Berman A, Herb-drug interaction (Abstract), Lancet 2000 Jan 8; 355 (9198): 134-8
4.www.holisticonline.com
Kamis, 25 Desember 2008
RACUN DALAM BIJI BUAH-BUAHAN
Ketika anda memakan buah-buahan yang berbiji, apakah secara tak sengaja anda pernah memakan bijinya ?….tentunya buah-buahan yang berbji kecil, bukan biji yang gede kaya biji durian……Anda perlu waspada dengan biji tersebut, karena biji itu ternyata mengandung racun…..tapi biji pada buah apakah yang mengandung racun?
Beberapa biji buah-buahan mengandung racun glikosida sianogenik, contohnya biji pada buah apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan peach.
Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah-buahan tersebut terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen sianida, yang bersifat racun.
Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk bambu, diantaranya: penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian.
Dosis letal (mematikan) dari sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg/Kg berat badan.
Jadi, waspadalah terhadap biji buah-buahan yang mengandung racun tersebut, jangan lupa untuk membuang bijinya sebelum memakan dagingnya……..
Referensi:
www.bpom.go.id
Minggu, 21 Desember 2008
LINGKARAN BERWARNA PADA KEMASAN OBAT
Anda mungkin pernah memperhatikan lingkaran berwarna pada kemasan produk obat. Ada lingkaran warna hijau, biru dan merah dengan huruf K ditengah, Tahukah anda apa maksud dari lambang tersebut?
Lingkaran berwarna tersebut merupakan suatu metode penggolongan obat, maksudnya untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan dan pengamanan lalu lintas obat dengan membedakan nya atas narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas
Lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam, menunjukkan bahwa obat tersebut termasuk golongan obat bebas.
Lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam,menunjukkan bahwa obat tersebut termasuk golongan obat bebas terbatas
Lingkaran berwarna merah dengan huruf “K” dibagian tengah dan garis tepi berwarna hitam, menunjukkan bahwa obat tersebut termasuk golongan obat keras
Obat dengan golongan obat keras ini, harus diperoleh melalui resep dokter
Untuk obat bebas atau obat bebas terbatas, dapat diserahkan tanpa resep dokter, tetapi harus memenuhi kriteria sbb:
1.Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun
2.Pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit
3.Penggunaannya tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus dilakukan pada tenaga kesehatan
4.Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5.Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri
Referensi:Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Obat, hlm 17, 204